Sabtu, 01 November 2014

Gunung Semeru

Sudah banyak blog atau website yang membahas mengenai track pendakian gunung semeru. Gunung tertinggi di pulau jawa ini memang menarik perhatian banyak orang, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. Apalagi semenjak adanya film yang cukup populer dan berlatar belakang gunung ini, banyak pendaki-pendaki pemula yang begitu antusias mendaki gunung semeru. Tak jarang mereka mendaki tanpa persiapan dan pengetahuan yang cukup, serta masih kurangnya pengawasan dari pihak pengelola pada saat itu. Sehingga dapat membahayakan diri mereka sendiri, maupun menggangu kelestarian alam di kawasan gunung semeru. 



Namun saat ini, pengawasan diperketat. Pendaki yang akan menikmati keindahan semeru, harus melakukan registrasi dan mendata seluruh perbekalan yang mereka bawa, petugas akan memeriksa barang bawaan tersebut, dan memastikan apakah perlengkapan yang dibawa sudah mencukupi sesuai kebutuhan pendakian atau tidak. Setelah itu pendaki akan mendapat pengarahan atau briefing terlebih dahulu dari sukarelawan yang merupakan masyarakat asli tengger, mereka biasa menyebutnya Ranger. Pengarahan meliputi pembekalan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama berada di kawasan gunung, track aman yang boleh dilewati oleh pendaki, sumber-sumber air yang ada di sekitar tempat camp, lama perjalanan, tempat-tempat yang berbahaya dan rawan, hipotermi dan pencegahannya, batas daerah dimana pendaki masih dilindungi oleh asuransi jasaraharja dan tidak, beberapa cerita mengenai pendaki-pendaki yang tersesat atau hilang dan sakit, proses evakuasi, legenda dan kepercayaan masyarakat tengger mengenai gunung semeru, dan sebagainya. Setelah mendapat pembekalan, selanjutnya pendaki dapat mulai melakukan tracking.

Registrasi dan pendakian dari ranupani dibatasi mulai pukul 08.00 sampai pukul 16.00 WIB, jadi bila pendaki tiba lewat dari waktu yang ditentukan, maka harus menginap dulu di ranupani, hingga keesokan paginya. Kuota pendakian juga dibatasi sejumlah 500 orang, jadi bila kuota sudah terpenuhi, maka pendaki harus menunggu keesokan harinya atau bila telah ada kuota lagi. 


Pendakian dimulai dari Ranupani menuju ranukumbolo. Perjalanan memakan waktu sekitar 3-4 jam tergantung kekuatan fisik masing-masing orang. Medan tidak terlalu sulit, karena didominasi jalan setapak yang datar atau sedikit menanjak, namun harus tetap berhati-hati karena ada beberapa sisi jalan yang longsor. Pendakian yang saya lakukan bersama teman-teman bhineka tunggal ika pada 9 oktober 2014 lalu, kami tiba di ranupani sudah cukup sore, setelah registrasi dan pembekalan kami mulai tracking. 3 dari 6 orang tim yakni arif dari maksar, obing dari depok, dan sam dari NTT, merupakan pemula yang juga tidak mempersiapkan fisik sebelumnya, jadi kami berjalan pelan. Apalagi salah seorang dari kami yakni Rini, kakinya terkilir. Hari mulai gelap, tapi perjalanan semakin seru karena disertai rasa takut dan ingin segera sampai tujuan. Ditemani indah cahaya bulan yang masih merah, kami tetap bersemangat menapaki jalan setapak yang naik turun. Mendekati pos 4, kabut turun sangat  pekat, saya hanya dapat melihat teman yang berada persis di depan saya, selebihnya terlihat samar-samar saja. Tiba-tiba kondisi arif drop, terpaksa harus berjalan dengan dibopong. Setelah berjalan 5 jam, kami tiba di ranukumbolo, segera mendirikan tenda, dan memasak minuman hangat. Kabut masih sangat tebal. Bahkan kami tidak dapat melihat danau, meski kami berada sangat dekat dengan tepi danau. Akhirnya kami beristirahat. 

Keesokan harinya, dinihari, kabut tinggal tipis-tipis saja, bahkan saat menanti detik-detik matahari terbit, langit yang biasanya tampak sangat indah dengan warna jingga dan magenta tidak dapat kami nikmati. baru setelah matahari terbit, kabut pun menghilang. Kami segera memasak, dilanjut dengan sarapan, kemudian segera berkemas bersiap melanjutkan perjalanan menuju camp berikutnya, Kalimati. 

Mulai pukul 12 siang, kami mulai mendaki tanjakan cinta, cukup susah payah juga dengan kondisi fisik yang mulai menurun. 



Kemudian melewati luasnya oro-oro ombo. Sayangnya pada musim kemarau, tumbuhan mirip lavender berwarna ungu yang banyak tumbuh di oro-oro ombo sedang kering sehingga berwarna coklat.



Tak seberapa lama kami sampai di cemoro kandang. Sejenak beristirahat, melepas penat, melaksanakan salat dzuhur. Ternyata di pos ini kami berjumpa dengan warga tengger yang berjualan semangka, gorengan, dan air minum. Kami pun menikmati segarnya semangka tengger.


Setelah itu, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya, jambangan. Jalanan yang mulanya datar, sedikit demi sedikit mulai menanjak. Medan yang berdebu cukup menggangu pernafasan dan penglihatan.



Tiba di pos jambangan, kami kembali beristirahat sejenak. Seharusnya puncak semeru dapat dilihat dengan jelas dari sini, tapi sayangnya saat kami tida disana, puncaknya tertutup kabut. Di jambangan kami bertemu dengan beberapa turis mancanegara, kami berbincang panjang lebar berbagi pengalaman mengenai pendakian. Setelah itu, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju kalimati.

Sekitar pukul 4 sore, kami tiba di kalimati. 2 orang mengambil air ke sumber mani yang berjarak 1 jam perjalanan pulang pergi. Yang lain menyiapkan tenda dan memasak. Baru saja gelap mulai turun. Tapi entah kenapa tubuh saya seperti tidak dapat mengatasi dingin yang menerpa. Padahal menurut saya lebih dingin di ranukumbolo semalam, dari pada di kalimati saat ini. Apalagi dari awal perjalanan, dan selama di ranukumbolo, saya sama sekali tidak memakai jaket atau pakaian dobel, hanya saat tidur saja saya memakai sleeping bag. Tapi malam ini, sepertinya ada yang beda. 

Setelah menikmati nasi goreng mawut, pecel, nugget, dan mie goreng sebagai menu santap malam kami, ditutup dengan wedang jahe yang terasa begitu nikmat. Kami beristirahat untuk persiapan menuju puncak tengah malam nanti. Kami berencana memulai perjalanan pukul 23.00 WIB. 

Entah pukul berapa, saya tiba-tiba terbangun. Tubuh saya menggigil. Seluruh tubuh seperti kaku dan sangat sulit digerakkan. Perut dan rahang pun kaku, sehingga saya sangat sulit untuk berbicara. Satu di pikiran saya, hipotermi. Ingin membangunkan teman, tapi sangat sulit untuk bergerak rasanya. Beruntunglah, alarm di handphone rini bedering, dia terbangun, lalu mematikannya. Melihat saya menggigil dia mulai khawatir. Rini membangunkan teman-teman lainnya. Mereka segera memasak air panas. Mereka memeluk saya dengan erat. Teknik ini sebenarnya kurang tepat, seharusnya korban dan penolong melakukan skin to skin contact, dengan kata lain berpelukan dalam keadaan sama-sama tidak mengenakan pakaian, itu adalah teknik yang tepat untuk mengatasi hipotermi. Tapi karena saya perempuan, dan teman-teman saya laki-laki, jadi mereka memeluk saya dengan kondisi seadanya saja, tapi tangan saya di tempelkan di badan mereka di dalam baju. Saya dikompres hangat di beberapa bagian. Setelah beberapa saat saya mulai bisa bicara, tapi masih menggigil. Mereka memberi saya minuman hangat. Memakaikan jaket tebal, celana dobel, baju dobel, kaus kaki dobel, dan sarung tangan. Beruntung Tuhan masih mengijinkan saya hidup hingga saat ini. 

Setelah memastikan kondisi saya baik-baik saja. kami bersiap, dan memulai pendakian. Pukul 23.30 kami mulai perjalanan menuju Mahameru. Melewati semak dan kerumunan pohon murbei yang penuh dengan buah yang ranum dan merah. Serta begitu banyak edelweis yang sedang berbunga. track terus menanjak, tapi masih sangat mudah untuk dilewati. 

Cukup lama kami menyusuri hutan, hingga tiba di batas vegetasi yang ditandai dengan tidak adanya lagi pepohonan, berganti dengan pasir dan bebatuan. Di perbatasan ini ada satu pohon yang dibalut dengan kain kuning mengkilat, bertujuan untuk memberi tanda pada para pendaki, agar tidak tersesat saat kembali dari puncak. 

Mulai menapaki medan pasir dengan bebatuan kecil yang sangat mudah runtuh. pelan kami berjalan. Tidak terasa saya berjalan cukup jauh, dan terpisah dari kelompok saya. Tapi saat menoleh ke belakang saya masih dapat melihat mereka. Akhirnya saya tunggu mereka, sampai sempat tertidur. Seharusnya tidak boleh tertidur selama di track ini karena bahaya batu yang dapat runtuh sewaktu-waktu. Cukup lama, kemudian teman-teman menyusul ke tempat saya berada, kami mengisi tenaga dengan membasahi tenggoran dan meminum madu serta menikmati coklat. Sambil menikmati keindahan sunrise dan hamparan pemandangan yang begitu menakjubkan. Kemudian kami berjalan lagi. 



Entah kenapa, saya kembali terpisah dengan kelompok saya tanpa sadar. Tapi kali ini saat melihat kebawah, saya tidak melihat mereka. Tapi tiba-tiba Obing, salah seorang dari kelompok saya berjalan di sebelah saya, dia mendahului saya. Saya berusaha menyusul. Dia mengatakan 2 dari kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan. Arif mengalami dislokasi pada lututnya, Sam merasa sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Berarti dibawah tinggal Rini dan Aziz saja yang lanjut. Rini dengan kondisi kaki terkilir tetap semangat menapaki sedikit demi sedikit medan berpasir, dengan dituntun oleh Aziz. Begitu penuturan Obing. Obing kemudian melanjutkan perjalanan, mendahului saya. Diatas dia menemukan tali yang terbuat dari kain sarung, entah milik siapa. Dia turun, hingga tak terlalu jauh dari saya. Kemudian dia melemparkan tali itu, dan menarik saya. Betapa setia kawan dia. Lalu dia berkata akan menjemput Rini dan Aziz di bawah. 

Lama saya menunggu, sambil berharap harap cemas, karena sama sekali tidak melihat ketiga teman saya itu. Padahal mereka menggunakan jaket dengan warna mencolok, yakni biru muda dan kuning. Saya putuskan untuk berjalan pelan-pelan ke atas, sambil menunggu mereka. 

Sekian lama berjalan, kondisi tubuh makin lemah, apalagi saya tidak membawa air. Aziz yang membawa seluruh perbekalan kami. Ini kesalahan besar yang sangat saya sesali hingga saat ini. Akan menjadi pengalaman berharga di perjalanan berikutnya. 

Lama-kelamaan, saya merasa sangat haus, tubuh mulai lemas, dan mata mulai berkunang-kunang. Sepertinya mulai dehidrasi berat. Teman-teman tak kunjung menyusul. Saya meminta seteguk air dari beberapa pendaki yang lewat, beruntung mereka berbaik hati mau berbagi. Tapi tetap tak dapat mengobati dehidrasi yang saya rasakan. 

Berikutnya saya bertemu dengan dua orang pendaki, mereka menyemangati saya, menemani saya naik sedikit demi sedikit. Tak lama kemudian, saya merasa tak kuat, saya beristirahat sejenak. Dua orang tadi, melanjutkan perjalan. 


Pak Abbast, yang memberi saya air minum 

Setelah sejenak beristirahat, saya kembali memaksakan langkah menapaki pasir. Beberapa saat berjalan, saya bertemu seorang bapak. beliau memberi saya air. Beberapa saat kemudian, pendaki yang sudah mencapai puncak sudah semakin banyak yang turun. Salah seorang dari mereka mengatakan asap beracun sudah mulai banyak keluar, meski arah angin masih cukup menguntungkan. Tapi mereka menyarankan untuk kami kembali saja, karena meskipun puncak kurang 30 menit lagi, itu cukup beresiko. Akhirnya kami putuskan untuk kembali. Mereka, para pendaki yang baru saya kenal itu, berbaik hati membantu saya, menemani saya turun. 




Tiba di batas vegetasi, saya bertemu dengan 2 orang teman, yakni Arif dan Sam. Ternyata meski tidak melanjutkan perjalanan, mereka tetap menunggu di medan pasir, tapi karena matahari makin terik, mereka memutuskan untuk turun dan menunggu di batas vegetasi. 

Selama perjalanan turun tadi, saya sama sekali tidak melihat atau berpapasan dengan Rini, Aziz, maupun Obing. Arif dan Sam juga tidak melihat mereka. Kami mengira mereka sudah kembali terlebih dahulu ke kalimati. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke kalimati.

Tapi setibanya disana, kami tidak menemukan ketiganya. Saya menanyakan pada pendaki-pendaki lain disekitar tenda kami yang semalam juga muncak, tapi mereka tidak menjumpai teman kami. Arif dan Sam menanyakan pada pendaki-pendaki yang baru turun dari jalur pendakian, mereka juga tidak menjumpai ketiga teman kami. Kami makin panik, saat seseorang yang mengaku orang terakhir yang turun dari puncak, dan dia mengatakan tidak melihat ketiga teman kami. Akhirnya diputuskan untuk melapor pada petugas yang berjaga di shelter. Namun, baru saja kami selesai menceritakan runtutan kejadian, tiba-tiba, Aziz muncul dibalik semak-semak, diikuti dengan Rini dan Obing. Ternyata mereka terus mendaki sampai ke puncak. Dan ternyata, ketika di atas, ketika saya tidak dapat melihat mereka, ternyata mereka melihat saya, dan mencoba berteriak dan berbicara pada saya, menyemangati saya untuk tetap di atas dan tidak turun dulu karena mereka akan menyusul saya. tapi anehnya saya sama sekali tidak mengetahui hal itu. Bahkan mereka bilang, sempat mendengar suara saya berteriak memanggil Ayah dan Ibu, padahal saya sama sekali tidak berteriak saat diatas, dan saya juga tidak pernah mendengar teriakan apapun saat disana. 

Meski 3 orang dari kami tidak sampai di puncak Mahameru, setidaknya tiga orang lainnya telah menginjakkan kakinya disana.


Setelah beristirahat sebentar, kami berkemas dan kembali ke ranukumbolo, untuk menginap semalam lagi disana. Menggantikan hari sebelumnya yang tidak dapat menikmati bulan dari tepian danau dan sunrise yang indah. 

Sampai di ranukumbolo, kami segera mendirikan tenda, karena malam minggu, ranukumbolo begitu padat, sehingga hanya satu tenda yang dapat kami dirikan. Setelah bersih diri, salat, dilanjut dengan santap malam, kami pun beristirahat dengan berjubel berenam dalam satu tenda yang cukup mini :) bersiap untuk perjalanan pulang esok hari. 

Pagi hari di ranukumbolo, selalu dinanti, selalu membuat rindu dan ingin kembali. 
Jernihnya danau suci Ranukumbolo 
















Kami pasti kembali, untuk menikmati keindahanmu. Cerita tentangmu, akan sampai pada anak cucu kami. tak hanya tentang betapa indah dan tentramnya, tapi juga untuk menjagamu dan seluruh makhluk yang berada disana yang Tuhan ciptakan. Terimakasih Tuhan, telah menciptakan sungai dan danau yang begitu jernih, padang rumput dan bunga yang begitu indah, sunrise dan sunset yang menentramkan, bukit dan gunung yang mengagumkan, tanda kebesaranMu. Terimkasih telah mengijinkan kami menikmati indahnya. Mentadabburi Alam ciptaanMu. 
See You Next Trip, Semeru :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar